Minggu, 11 September 2011

#BapakdanPecutnya

Bermimpi di balik Pembaringan bapak membuatku tersentak dari lamunanku akan Pecutnya padaku dulu 
Ibu mendongak menengadah seraya mencaci membabibuta setiap teringat pecut ayah yang terpahat di punggunggku
Kuda lumping lari Pontang panting ketika Pecut sang Jendral mabuk meracun ke hati mereka
Aku dan bapak di balik Bambu bersusun dibawah rumahku, Pecut kijang miliknya melilit leherku
Bapak adalah Hitler yang terpanggang Matahari Sawah dengan Nazinya yang dia terapkan dirumah, Pecut itu pengganti pistolnya 
Aku dan Bapak bagaikan Pecut dan Sapi , Jarang tertawa bersama tapi saat menangis maka aku akan tertawa bahagia
Seminggu setelah kami pisah, Luka itu masih belum berhimpit , Bapak Baruku telah membukanya lagi
Dia adalah pemusik terakhir di dunia ini . Dia bermain Pecut 
Terakhir dia menyebut namaku ketika dia mencaciku dan memecutku
Tendangan itu telak mengenai dasar perutku. Dia tertawa melihat darah menyebur dari mulutku. Dia Bapakku
Bertanya pada pecut itu " siapa kamu " pecut menjawab " tangan kanan bapakmu
Pecut itu kembali mengoyak jala kerinduanku pada bapak, seketika semua menjadi merah, Pecut itu merajalela
Terali besi ini merupakan sebuah taman bagiku, setidaknya rasa bersalah takkan menemukanku disini
Ibu tertawa lepas saat mendengar Bapak tewas, seketika dia sembuh dan keluar dari RS Jiwa, Selama ini Dia Sembunyi 
Adikku yang Kecil tersenyum bebas dari Peraduannya. "Akhirnya untuk kesekian kalinya Pecut itu merajalela"
Sang Pecut bersimpuh diam di depan Makam sang Hitler Desa. Kini Lukaku menutup setelah 2 Hitler Takluk
Senyum terakhir yang kulihat adalah keluguannya diujung pecutan terakhirku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mari berkomentar Teman Tuan Kodok ?